Pada 23 September 2025, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani sebuah “substantive conclusion” dalam perjanjian kemitraan ekonomi yang telah lama dinegosiasikan. Perjanjian ini bertujuan menghapus tarif impor untuk sekitar 80% produk ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa, termasuk produk unggulan seperti sawit, tekstil, dan produk perikanan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia menyebut bahwa perjanjian ini direncanakan mulai efektif pada 1 Januari 2027.
Perdagangan barang antara Indonesia dan Uni Eropa pada 2024 tercatat sebesar lebih dari US$ 30,1 miliar, dan perjanjian ini diharapkan dapat melipatgandakan volume perdagangan dalam lima tahun pertama implementasi. Dari sisi Uni Eropa, perjanjian ini juga dinilai akan mendorong investasi Eropa ke Indonesia serta diversifikasi rantai pasok, terutama pada komoditas strategis seperti mineral yang tersedia di Indonesia.
Salah satu sektor yang paling mungkin merasakan dampak positif adalah ekspor kelapa sawit. Menurut laporan terpisah, ekspor sawit Indonesia ke UE diprediksi meningkat dari sekitar 3,3 juta ton menjadi 4 juta ton pada 2026, didukung oleh kesepakatan perdagangan dan penundaan regulasi deforestasi UE. Penundaan regulasi deforestasi ini memberikan waktu tambahan bagi produsen, termasuk petani kecil, untuk mempersiapkan kepatuhan, sehingga ekspor sawit menjadi lebih kompetitif ke pasar Eropa.
Namun, dampak ke pasar modal tidak selalu linier. Meskipun prospek ekspor makin membaik, muncul risiko bahwa sebagian ekspektasi sudah “termasuk” ke dalam harga saham komoditas. Saham-saham sawit, agrikultur, dan eksportir mungkin sudah mengalami kenaikan seiring berita awal perjanjian ini diumumkan. Bila realisasi pertumbuhan ekspor tidak sesuai ekspektasi atau hambatan regulasi (misalnya persyaratan lingkungan atau non-tarif) muncul, bisa terjadi koreksi harga saham. Selain itu, investor mungkin memindahkan modal ke sektor lain yang dianggap lebih “aman” bila ekspektasi terlalu tinggi.
Bagi pasar saham Indonesia secara keseluruhan, perjanjian ini bisa menjadi katalis positif dalam jangka menengah hingga panjang. Arus modal asing dapat meningkat ke sektor ekspor, terutama bagi perusahaan yang struktur usahanya siap menghadapi persaingan internasional. Namun, dampak langsung jangka pendek bisa diselimuti volatilitas dan profit taking. Investor yang cermat akan melihat peluang pada saham-saham eksportir dengan fundamental kuat dan keberlanjutan kompetitivitas global.
Pada akhirnya tanda tangan “substantive conclusion” antara Indonesia dan Uni Eropa merupakan langkah strategis yang menjanjikan peluang ekspor dan investasi. Meski penuh potensi, investor harus tetap waspada terhadap ekspektasi yang terbentuk dan risiko koreksi jika realisasi tidak sesuai. Memantau perkembangan implementasi, regulasi pendukung, dan kemampuan perusahaan untuk bersaing menjadi kunci sukses dalam menyikapi berita ini.